You need to enable javaScript to run this app.

Keistimewaan Bulan Sya’ban

  • Rabu, 22 Februari 2023
  • Berita
  • Admin Madrasah
  • 0 komentar
Keistimewaan Bulan Sya’ban

Tidak jauh berbeda dengan bulan Rajab, bulan Sya’ban juga mempunyai beberapa keistimewaan. Apalagi posisi bulan tersebut sendiri yang berada di antara 2 bulan mulia, yaitu Rajab dan Ramadhan.

Tahun ini, sesuai dengan informasi dari Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF-PBNU), bahwa bulan Sya’ban jatuh pada hari Rabu, 22 Februari 2023. 

Bulan Sya’ban merupakan salah satu bulan yang mempunyai beberapa keistimewaan. Dalam kitab Madza Fii Sya’ban? (Ada Apa di Bulan Sya’ban?), Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki menjelaskan bahwa bulan Sya’ban  adalah bulan mulia. Karena melakukan taubat di bulan Sya’ban akan dianggap sebagai keberuntungan yang besar, sementara meningkatkan taat di bulan tersebut diserupakan dengan begadang yang mendapatkan laba keuntungan yang melimpah.

فإن شهر شعبان من الأشهر الكريمة و المواسم العظيمة وهو شهر بركاته ،مشهورة, وخيراته موفورة، والتوبة فيه من أعظم الغنائم الصالحة، والطاعة فيه من أكبر المتاجر الرابحة

“Sesungguhnya bulan Sya’ban adalah salah satu bulan yang mulia dan musim yang agung. Ia merupakan bulan yang penuh dengan berkah dan kebaikan. Perbuatan taubat di bulan itu adalah suatu keberuntungan yang besar. Meningkatkan taat kepada Allah pada saat itu adalah bagaikan berdagang yang mendapatkan laba yang melimpah.”

Masih dalam kitab yang sama, disebutkan bahwa Allah Swt. menjanjikan ketentraman dan ketenangan bagi hamba yang bertaubat di bulan tersebut. 

وضمن فيه للتائبين الأمان

“Allah Swt Allah akan menjanjikan bagi orang-orang yang bertaubat di bulan itu dengan suatu ketentraman dan ketenangan.” 

Selain itu, para hamba yang rajin beribadah di bulan Sya’ban akan diberi keberuntungan kelak di bulan Ramadhan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik.

من عود نفسه فيه بالاجتهاد, فاز في رمضان بحسن الاعتياد 

“Barangsiapa yang membiasakan dirinya rajin beribadah di bulan itu, maka ia akan mendapatkan keberuntungan kelak di bulan Ramadhan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik”. (Madza Fii Sya’ban)

Dianjurkannya umat Islam untuk senantiasa bertaubat dan meningkatkan amal tidak lain karena di bulan tersebut, segala amal dilaporkan kepada Allah Swt. Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid ra. Rasulullah bersabda:

وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين

“Dan pada bulan Sya’ban segala perbuatan manusia diangkat dan dilaporkan kepada Allah Swt, Tuhan semesta alam”. (Sahih Bukhari).

Diantara keistimewaan bulan Sya’ban yang lain adalah disebutnya sebagai bulan shalawat kepada Nabi Saw., karena di bulan tersebut diturunkan ayat yang menganjurkan shalawat kepada beliau. Ayat tersebut berbunyi:

اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمً

Artinya: “Sesungguhnya Allah Swt. dan para Malaikatnya bershalawat untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya” (Al-Ahzab: 56).

Imam Abu Shaif Al-Yamani sebagaimana dinukil oleh Imam Sayyid Muhammad bin Alawi mengatakan bahwasanya bulan Sya’ban adalah bulan bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW, dikarenakan ayat di atas turun pada bulan Sya’ban.

 

Tata Cara Puasa Sya’ban: Hukum, Hikmah, Keutamaaan, dan Niat

Puasa Sya’ban adalah puasa yang dilakukan di bulan Sya’ban. Hukumnya sunnah berdasarkan hadits-hadits shahih dari Nabi Muhammad saw, yang di antaranya adalah dua hadits berikut:

  عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ: لَا يُفْطِرُ؛ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ: لَا يَصُومُ. وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ. (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ)  

Artinya, “Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra, ia berkata: ‘Rasulullah saw sering berpuasa sehingga kami katakan: ‘Beliau tidak berbuka’; beliau juga sering tidak berpuasa sehingga kami katakan: ‘Beliau tidak berpuasa’; aku tidak pernah melihat Rasulullah saw menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadlan; dan aku tidak pernah melihat beliau dalam sebulan (selain Ramadhan) berpuasa yang lebih banyak daripada puasa beliau di bulan Sya’ban’.” (Muttafaqun ‘Alaih. Adapun redaksinya adalah riwayat Muslim).

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: ... كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ، كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً. (رواه مسلم)  

Artinya, “Diriwayat dari ‘Aisyah ra, ia berkata: ‘… Rasulullah saw sering berpuasa Sya’ban seluruhnya; beliau sering berpuasa Sya’ban kecuali sedikit saja’.” (HR Muslim). Merujuk Imam an-Nawawi, para ulama menjelaskan bahwa redaksi kedua: “Beliau sering berpuasa Sya’ban kecuali sedikit saja”, merupakan penjelas bagi redaksi pertama, yaitu: “Rasulullah saw sering berpuasa Sya’ban seluruhnya”. Maksudnya, redaksi kedua itu menjelaskan, maksud Rasulullah saw sering berpuasa Sya’ban seluruhnya adalah berpuasa pada sebagian besarnya. (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû’ Syarhul Muhaddzab, juz VI, h. 386). Selain itu, ada hadits yang mengharamkan puasa pada separuh kedua bulan Sya’ban, yaitu:

  عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا اِنْتَصَفَ شَعْبَانَ فَلَا تَصُومُوا. (رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ)  

Artinya, “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, sungguh Rasullah saw bersabda: ‘Ketika Sya’ban sudah melewati separuh bulan, maka janganlah kalian berpuasa’.” (HR Imam Lima: Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah)  

Berdasarkan hadits ini maka puasa Sya’ban haram dilakukan bila dimulai pada tanggal 16. Puasa Sya’ban harus dimulai sebelum tanggal tersebut, sejak tanggal 1 atau paling maksimal tanggal 15. Bila sampai tanggal 15 belum berpuasa, maka haram berpuasa pada tanggal 16 sampai akhir Sya’ban sesuai petunjuk hadits tersebut.

Dalam menjelaskan permasalahan ini secara lebih detail as-Sayyid al-Bakri menjelaskan tiga pengecualian keharaman puasa separuh kedua bulan Sya’ban sebagaimana berikut:  

Pertama, ​​​​​​disambung dengan puasa pada hari-hari sebelumnya, meskipun dengan puasa tanggal 15 Sya’ban. Semisal orang puasa pada tanggal 15 Sya’ban, kemudian terus berpuasa pada hari-hari berikutnya, maka tidak haram.

Kedua, bertepatan dengan kebiasaan puasanya. Semisal orang biasa puasa Senin Kamis atau puasa Dawud, maka meskipun telah melewati separuh Sya’ban ia tetap tidak haram berpuasa sesuai kebiasaannya.

Ketiga, merupakan puasa nazar atau puasa qadha’, meskipun qadha dari puasa sunnah. Bila demikian maka tidak haram. (Zainuddin bin Abdil Aziz al-Malibari, Fathul Mu’în pada I’ânatut Thâlibîn, [Beirut, Dârul Fikr], juz II, h. 273-274).

Setelah memperhatikan berbagai ketentuan hukum di atas, puasa Sya’ban dapat dilakukan satu, dua, atau tiga hari dan seterusnya sampai satu bulan penuh. Adapun Rasulullah tidak memuasainya satu bulan penuh agar tidak disalahpahami bahwa hukumnya adalah wajib. (Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatâwal Kubral Fiqhiyyah, [Beirut, Dârul Fikr] juz II, h. 82).

Hikmah Puasa Sya’ban Hikmah kesunnahan memperbanyak puasa Sya’ban sangat banyak. Yang paling utama karena Sya’ban adalah bulan yang sering dilalaikan manusia sebab terjepit di antara dua bulan mulia yaitu Rajab dan Ramadhan, sehingga disunnahkan puasa Sya’ban agar tidak lalai. Selain itu, juga karena Sya’ban merupakan bulan laporan tahunan amal manusia kepada Allah swt, sehingga disunnahkan puasa Sya’ban agar saat laporan tahunan tersebut orang dalam keadaan berpuasa.

Demikian ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw:

عن أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنَ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ. قَالَ: ذَاكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ. (رواه النسائي وأبو داود وابن خزيمة. صحيح)

Artinya, “Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid ra: ‘Aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, saya tidak pernah melihat anda berpuasa satu bulan dari berbagi bulan sebagaimana puasa anda dari bulan Sya’ban.’ Beliau menjawab: ‘Sya’ban itu bulan yang dilupakan manusia di antara Rajab dan Ramadhan. Sya’ban adalah bulan yang di dalamnya amal-amal dilaporkan kepada Tuhan semesta alam, maka aku senang amalku dilaporkan sementara aku sedang dalam kondisi berpuasa’.” (HR An-Nasa’i, Abu Dawud, dan Ibnu Khuzaimah. Shahîh). (Al-Haitami, al-Fatâwal Kubrâ, juz II, h. 82; dan Ahmad bin Ali bin Hajar al-‘Asqalani, Fathul Bâri Syarhu Shahîhil Bukhâri, [Beirut, Dârul Ma’rifah, 1379 H], juz IV, h. 210).

Bagikan artikel ini:

Beri Komentar

Budhi Triastuti Maelani, S.E

- Kepala Madrasah -

Assalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur ke hadlirat Alloh Swt yang telah melimpahkan nikmat, taufiq serta hidayah-Nya kepada kita semua,…

Berlangganan
Banner